Investigasi : Apakah Kepala Desa Akan Dikorbankan ? (3)

Reporter : Tim ID

Insandata.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro telah merilis jumlah dana cashback yang telah dikembalikan ihwal kegiatan pengadaan mobil siaga desa. Dana cashback yang telah dikembalikan pihak desa penerima manfaat kegiatan tersebut telah mencapai hampir Rp 2 miliar (update terkini).

Sejak bulan Februari 2024, Kejari Bojonegoro telah melakukan pemanggilan kepada kepala desa yang setiap minggunya berjumlah sekitar puluhan. Dari pantauan Tim ID, belum seluruh kepala desa yang sudah dipanggil mengembalikan cashback karena sebagian masih meminta tenggat waktu.

Sementara itu ditemukan fakta lain, bahwa banyak kepala desa dipanggil hanya untuk menanda tangani berita acara pengembalian cashback dan penyitaan dokumen-dokumen pengadaan barang. Hal ini terjadi karena sebelumnya mereka telah mengembalikan secara suka rela dengan menitipkan dana cashback ke Kantor Kejari Bojonegoro. Sehingga saat dipanggil para kades tersebut hanya melakukan tanda tangan berita acara penyitaan barang bukti.

Sampai berita ini diturunkan, tim ID belum mendapatkan informasi valid ihwal Lembaga Audit yang akan ditunjuk untuk menghitung kerugian negara. Beredar informasi di media, bahwa Kejari Bojonegoro berencana menyerahkan audit kerugian negara kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Namun hingga kini belum bisa diperoleh informasi lebih lanjut, apakah nantinya akan ditunjuk auditor internal atau eksternal.

Tim ID berusaha melakukan komunikasi dengan Fiska Maulidian Nugroho, SH.MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, yang selama ini sering diundang menjadi saksi ahli di pengadilan. Dia menyebutkan, bahwa begitu pentingnya dilakukan audit kerugian negara atas dugaan tindak pidana korupsi.

“Harus dilakukan audit terlebih dahulu untuk memastikan ada kerugian negara. Karena syarat ada tindak pidana korupsi adalah adanya kerugian negara. Auditor juga yang akan memastikan berapa besar kerugian yang ditimbulkan adanya tindak pidana korupsi, siapa yang bertanggung jawab, siapa yang turut serta bertanggung jawab, dan siapa yang saja yang mendapatkan aliran uang hasil tindak pidana korupsi tersebut, ‘ kata Fiska Maulidian.

“Masyarakat perlu sekali mengawasi hasil audit akhirnya. Karena sangat mungkin hasil audit juga akan mempengaruhi pada titik di mana perkara itu akan berhenti dan sebaliknya akan mempengaruhi siapa saja yang harus ikut bertanggung jawab atas terjadinya tindak pidana korupsi, “ tambah kandidat Doktor ini.

Ihwal sudah adanya pengembalian kerugian negara berupa cashback, kata Fiska, itu dapat dijadikan alat bukti awal. Pengembalian yang sifatnya sukarela sebelum proses penyidikan, selama proses penyidikan, atau pengembalian pasca perkara incraht, memilik bobot keringanan yang berbeda bagi subyek hukum yang menerima uang hasil korupsi.

“Jaksa harus bijak jangan sampai menyamaratakan mereka yang membantu proses hukum dengan yang pihak-pihak yang mempersulit proses penyidikan. Sehingga ada tingkatan siapa yang Whistle blower, Justice collaborator dan mereka yang melakukan obstruction of justice (mempersulit penyidikan),” kata dia

“Semua harus diproses hukum sesuai kapasitas perbuatan pidananya. Karena mengembalikan kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidana korupsi,” kata dosen yang juga Peneliti Sistem Peradilan Pidana ini.

Disebutkannya pula, bahwa kepala desa memang pantas khawatir dengan proses penyidikan kasus ini. Jika kerugian negara hanya di perhitungkan dari cashback yang diberikan oleh penyedia kepada para kepala desa, maka sangat mungkin yang akan menjadi tersangka adalah kepala desa dan pihak penyedia.

“Posisi kepala desa akan semakin terpojok jika Pemkab Bojonegoro mengelak ikut bertanggung jawab. Perjanjian yang ditandatangani oleh kepala desa dengan pemerintah kabupaten dalam Naskah Perjanjian Bantuan Keuangan Khusus Desa, dalam pasal 3 huruf (2) yang berbunyi : Pihak kedua akan melaksanakan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Klausul tersebut semakain diperkuat dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang di tanda tangani kepala desa mengacu pada pasal 2 huruf (i) perjanjian ini. Klausul-klausul perjanjian ini secara tegas di sampaikan oleh Pemkab Bojonegoro, mengantisipasi adanya penyimpangan di belakang hari jika kepala desa tidak mematuhi peraturan perundangan dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa.

“Kita hanya bisa pasrah Pak, kalau program ini tidak kita ambil masyarakat akan menuntut Pemdes, karena memang mobil siaga sangat dibutuhkan. Tapi kalau desa mengambil program ini harus mengikuti aturan main yang tidak tertulis,” ujar Ketua Tim Lak di salah satu desa di Kecamatan Kanor.(tim)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *