Liputan Investigasi : Menerka Bakal Calon Tersangka Pengadaan Mobil Siaga (5)

Reporter : Tim ID

Insandata.com – Sejak kasus pengadaan mobil siaga desa naik status ke tahap penyidikan per 26 Januari 2024 sampai akhir Mei 2024, Kejaksaan Negeri Bojonegoro hingga kini belum menetapkan satupun tersangka.

Sinopsis hasil penelusuran Tim ID, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro sampai saat ini masih fokus pada pengumpulan barang bukti dan pengembalian kerugian keuangan negara. Publik masih menunggu, siapa yang akan menjadi tersangka atas kasus korupsi yang nilai kerugian negaranya tertinggi dari kasus yang pernah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bojonegoro.

Atas fenomena hukum inilah, Tim ID mencoba mewawancarai Fiska Maulidian Nugroho, SH, MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, namun jawaban yang diberikan cenderung normatif.

“Subyek Hukum yang melakukan perbuatan hukum, yang dalam dirinya ada mens rea (niat jahat), untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu badan, baik sendiri-sendiri atau bersama harus jadi tersangka apabila perbuatan tersebut berakibat negara dirugikan, “ katanya.

“Tindak Pidana Korupsi adalah jenis kejahatan luar biasa dan ada banyak pihak bisa terlibat. Karena biasanya untuk bisa korupsi harus disiapkan adanya “hulu” anggarannya, siapa yang mengesekusi anggarannya, bagaimana modus operandi pencairan anggaran, metode penyusunan pertanggungjawaban (SPJ), dan skema pengamanan, agar kejahatan tersebut tidak terendus aparat hukum.” kata Fiska Maulidian, yang kini sedang sibuk dalam Peneliti Sistem Peradilan Pidana.

Dirinya juga menyebutkan keterkaitan relasi terjadinya tindak pidana korupsi dan potensi resiko bagi para pelakunya.

“Ada aktor intelektual, ada eksekutor, ada penghubung actor dan eksekutor. Biasanya Aktor intelektual akan mendapatkan bagian terbesar dari hasil korupsi tersebut, tetapi mereka sangat minim resiko karena tidak terlihat aktif. Sementara Eksekutor dan penghubung ini akan menerima resiko terbesar dan cenderung menerima sedikit dari hasil korupsinya,” katanya.

Sebagai contoh, lanjut ia, para kepala desa ini tentunya hanya menerima sedikit, akan tetapi yang membuat pertanggungjawaban dari kegiatan ini mereka semua. Meskipun para pihak sudah mengembalikan uang hasil korupsi, sebagaimana Pasal 4 Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi menyatakan, tidak bisa menghapus jejak kejahatannya,’’ tegas kandidat Doktor ini.

Dari catatan dan data yang dimiliki oleh Redaksi insandata.com, Kejaksaan Negeri Bojonegoro dalam setahun terakhir ini telah menetapkan beberapa tersangka. Diantaranya ihwal kasus korupsi Dana BOS SMPN 6 Bojonegoro. Meskipun ada pihak yang menerima kerugian negara sangat kecil, namun telah ditetapkan jadi tersangka dan divonis penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.

Selanjutnya Kasus Korupsi APBDes Desa Deling Kecamatan Sekar. Kejari Bojonegoro juga menetapkan Sekretaris Desa Deling menjadi tersangka meskipun sama sekali tidak menikmati uang negara serupiah pun. Saat berita ini ditulis, perkaranya masih dalam proses banding di Pengadilan Tinggi Surabaya.

Tentunya akan menjadi janggal jika Kejari Bojonegoro tidak menuntut pertanggungjawaban pidana para Kepala desa dan penyedia barang selaku eksekutor anggaran. Begitupula aktor intelektual sesuai peran dari masing-masing.

Kita tunggu penetapan tersangka dari tim penyidik Kejari Bojonegoro, setidaknya ini akan bisa menjawab rasa penasaran publik Bojonegoro terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi ini.(tim/).

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *