Insert-Data : “Menggugat” Indikator Kesejahteraan Petani (2)

Reporter : Tim ID

Langka, tanaman tembakau berintegrasi dengan tanaman padi disekelilingnya.

Insandata.com  Badan Pusat Statistik mengukur kesejahteraan petani  dari rasio NTP (Nilai Tukar Petani) :

    • NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.
    • NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.
    • NTP< 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.

Mengukur indikator kesejahteraan petani dengan NTP diatas dengan fakta dilapangan perlu dievaluasi (baca berita sebelumnya : Menghitung Untung Saat Panen Tiba : Apakah Petani Sejahtera ? 1 ).  Produksi tanaman/panen yang melimpah tidak secara otomatis menaikan pendapatan petani menjadi lebeih besar. Justru sebaliknya jika stok panen melimpah maka harga akan turun  (hukum stok and demand berlaku). Sementara biaya produksi tidak turun justru mengalami kenaikan, faktor produksi yang ikut meningkat, tambahan biaya bbm/angkut, kelangkaan pupuk, dan resistensi hama terhadap pestisida turut meningkatkan biaya obat/dan pupuk petani.

NTP diukur dengan besarnya pendapatan petani dari hasil produksi dikurangi konsumsi dari biaya produksi maka variabel yang akan diambil tentu tidak komperhensip jika digunakan mengukur indeks Sejahtera petani.

Pertama, perbedaan luasan lahan yang dikerjakan petani, status penggarapan lahan (sewa/hak milik) cukup signifikan mempengaruhi pendapatan petani yang akan dikonversi untuk pemenuhan biaya konsumsi.

Kedua, besarnya pendapatan dengan kekuatan memenuhi konsumsi petani memiliki banyak variable yang saling berkaitan dengan inflasi, kenaikan harga bbm, dan kebutuhan hidup lain yang tidak ada kaitan dengan biaya produksi pertanian.

Kesejahteraan petani harus menghitung standard hidup layak, kecukuoan gizi, layanan kesehatan, kemampuan membiaya pendidikan dan indikator lain diluar biaya produksi pertanian.

Jika kesalahan mengukur variabel kesejahteraan petani ini dibiarkan tanpa revisi, maka klaim sebagai negara agraris akan lenyap.

Rakyat tidak akan menjadikan pertanian sebagai alat pencaharian, karena menjadi petani ujung-ujungnya tidak sejahtera dan tidak bisa mencukupi standard hidup yang layak. bersambung.(tim)

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *