Masyarakat Semakin Permisif, Penyelenggara Negara Mudah Mencari Celah Untuk Korupsi

Reporter : Tim ID

Ilustrasi tindak pidana suap

Insandata.com  Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi ditujukan agar pemberantasan korupsi di Indonesia lebih mengedepankan aspek pencegahan dari pada penindakan. Baik yang berupa Operasi Tangkap Tangan (OTT) ataupun penindakan atas laporan dan pengaduan masyarakat. Faktanya setelah revisi UU KPK,  justru praktek koruptif yang terjadi di kehidupan bernegara maupun kehidupan sosial semakin terlihat dramatis.

Dalam aspek korupsi di penyelengara negara terjadi peningkatan kwantitas pelaku korupsi berjamaah, juga dapat dilihat banyaknya aparat penegak hukum dan Badan Pengawas Keuangan Negara yang justru terlibat korupsi secara massif.

Informasi yang mengalir deras ke masyarakat luas tentang perilaku penyelenggara negara dan penegak hukum yang terlibat kejahatan tindak pidana korupsi telah mempengaruhi perilaku dan presepsi masyarakat Indonesia tentang kejahatan korupsi.

Masyarakat cenderung lebih permisif dan apatis, bahkan terkesan membiarkan praktek -praktek koruptif dilingkungan sosial. Perilaku ini sangat dimungkinkan karena kejengkelan dan keputus-asaan rakyat secara terus menerus akibat korupsi yang kian hari kian menjadi-jadi. Kondisi ini bisa dijelaskan dengan temuan Badan Pusat Statistik Nasional yang selalu di update setiap tahun nya tentang bagaimana perilaku masyarakat kita terhadap kejahatan korupsi.

Badan Pusat Statistik telah meriliis Indeks Perilaku Anti Korupsi tahin 2024 ini, sebagai berikut :

  • Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2024 sebesar 3,85 pada skala 0 sampai 5. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian 2023 sebesar 3,92.
  • Nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin antikorupsi, sebaliknya nilai indeks yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.
  • IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman. Nilai Indeks Persepsi tahun 2024 sebesar 3,76 menurun sebesar 0,06 poin dibandingkan Indeks Persepsi tahun 2023 (3,82). Berikutnya, Indeks Pengalaman tahun 2024 (3,89) menurun sebesar 0,07 poin dibanding Indeks Pengalaman tahun 2023 (3,96).
  • IPAK masyarakat perkotaan tahun 2024 lebih tinggi (3,86) dibanding masyarakat perdesaan (3,83).
  • Semakin tinggi pendidikan, masyarakat cenderung semakin antikorupsi. Pada 2024, IPAK masyarakat berpendidikan di bawah SLTA sebesar 3,81; SLTA sebesar 3,87; dan di atas SLTA sebesar 3,97

Data ini selaras kondisi dilapangan bahwa tingkat pendidikan menentukan prilaku anti korupsi. Sehingga tak heran jika prilaku korupsi ini ada kecenderungan meningkat dalam penyelenggaraan anggaran desa.

Masyarakat pedesaan yang rata-rata pendidikannya adalah SLTP kebawah cenderung  apatis dan permisif terhadap prilaku korupstif para penyelenggara pemerintahan di desanya.  Masyarakat desa cenderung tidak mempedulikan tata kelola keuangan dan asset desa yang sepuluh tahun terakhir ini meningkat tajam.

Apalagi di Kabupaten Bojonegoro, penggelontoran Bantuan Keuangan Khusus (BKD)  dan bagi hasil migas membuat anggaran di masing masing desa meningkat tajam.

Proses penyidikan dan penyelidikan beberapa kasus bantuan keuangan khusus kepada desa oleh aparat hukum di Kabupaten Bojonegoro sebenarnya adalah hanya sebuah gunung es. Jika ditelusuri lebih detil, tata kelola keuangan pemerintahan desa yang berkaitan dengan pengadaam barang dan jasa tidak sepenuhnya menggunakan pedoman peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini terjadi karena masyarakat desa sebagai ujung tombak pengawas tata Kelola keungan desa, nyaris sudah tidak peduli dan bahkan lebih permisif atas prilaku koruptif aparat desa. (tim)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *